essay Mengenang SANG GURU 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Dan sebagai pementasan terakhir pada malam itu, sebuah legong Kreasi Baru, Tari Legong Mintaraga, karya Ayu Bulantrisna Djelantik dan Ni Made Suartini dengan dominasi gerakan khas Peliatan.
Dikatakan tarian Legong Mintaraga ini menggambarkan petikan Arjuna Wiwaha karangan Empu Kanwa, seorang pujangga pada abad ke-13. Dalam pewayangan, Arjuna disebut sebagai Begawan Ciptaning atau Begawan Mintaraga ketika bertapa. Kegundahan dan kegigihan Sang Arjuna sebelum memasuki pertapaan diiringi dengan gamelan yang mencoba mengadaptasi cuplikan „Nocturne“ dalam „Tabuh-tabuhan“ komposisi Colin Mc Phee. Arjuna teguh menghadapi cobaan rayuan para bidadari yang turun dari kahyangan dipimpin Dewi Supraba. Ia baru terbangun dari tapanya oleh serangan Celeng raksasa dan bertanding dengan Satria misterius cobaan para Dewa. Atas keteguhannya Arjuna mendapat senjata Pasopati yang akan melindungi Arjuna dan saudaranya (Pandawa) di kemudian hari. Karya ini menyajikan perlunya keteguhan hati mengalahkan hawa nafsu duniawi agar menjadi pemimpin yang baik.
Genta Bhuana Sari & Bengkel Ayu Bulan (Bandung) – Legong Mintaraga
Tari Legong Mintaraga adalah tarian terakhir yang ditampilkan pada malam itu, dan penonton pun memberikan apresiasi yang luar biasa.
Sungguh suatu pengalaman dan kebanggaan tersendiri bagi saya, sebagai salah seorang penabuh dari generasi muda untuk bisa tampil mengiringi tarian dari para Maestro tari ini. Harapan saya atau barangkali mungkin harapan sebagian besar teman-teman sesama penabuh generasi muda, semoga ikatan silaturahmi para seniman antar generasi ini bisa terus terjalin erat, sehingga maha karya “Sang Guru” sebagai salah satu kekayaan khasanah seni tari dan tabuh Bali, bisa lestari dan semakin “menggetarkan dunia”.
+++++
Author : kadek ferry © f-studio
Photo : Doc. Mengenang Sang Guru 2007