Sebuah Maha Karya Seni Tabuh Kreasi Baru (1999)
Karya I Made Sue
Dipentaskan Oleh Sekaa Gong Genta Bhuana Sari (gbs) Peliatan
Genta Bhuana Sari at Ardha Candra Open Stage
Bali Arts Festival PKB 1999
Photo Doc. 1999
Beberapa tahun yang lalu pada suatu malam Pesta Kesenian Bali, saya menonton salah satu pementasan yang sangat dinanti masyarakat, dimana pada malam tersebut ditampilkan sebuah Barungan Festival Gong Kebyar antar Kabupaten di Ardha Chandra Art Center Denpasar. Selama pertunjukan, sorak-sorak penonton yang mendukung dan mengapresiasi karya favorit mereka terus bergema, hingga terus meyelimuti suasana malam pementasan tersebut. Sesekali terdengar sebuah apresiasi postitif, begitu juga sebaliknya.
Dalam suatu jeda pementasan, sesaat suasana menjadi tenang, dan ketika itu pula seorang bapak yang berada duduk tidak jauh dengan saya berbicara dengan orang disebelahnya. Bapak itu berkata “Tabuh Kulkul Bulus dugas festival ane pidan to, inget De?” (Tabuh Kulkul Bulus waktu festival dulu, kamu ingat De?) lawan bicaranya pun menganggukkan kepalanya. Namun sesaat kemudian orang yang berada tepat duduk di depannya pun berkata “yihh!! nggih pak, tiang mebalih taler dugas punika, Kulkul Bulus Peken Pejeng nggih??! Sampun sue nike, tiang demen ningehan tabuh nike Pak” (ohhh!! ya pak, saya juga nonton waktu itu, Kulkul Bulus Peken Pejeng ya?! Itu sudah lama, saya senang dengar tabuh itu Pak)
Tidaklah berlebihan memang, ungkapan ini adalah sebuah ekspresi murni salah seorang masyarakat penikmat seni ketika itu. Mendengar pembicaraan orang ini, sontak hati saya terkejut dan membangkitkan kembali sebuah perasaan bangga, bangga dengan sebuah kesuksesan akan sebuah pementasan oleh sebuah sekaa gong Kebyar dari Peliatan Ubud Gianyar, Genta Bhuana Sari, duta Kabupaten Gianyar yang ketika itu menampilkan Tabuh Kreasi Kulkul Bulus di Pekenan Pejeng dan beberapa karya lainnya pada Pesta Kesenian Bali (PKB) tahun 1999.
Hampir 12 tahun berlalu, namun Tabuh Kulkul Bulus di Pekenan Pejeng ini terasa masih begitu melekat di kalangan masyarakat penikmat seni.
“Kulkul Bulus di Pekenan Pejeng” adalah sebuah tabuh kreasi karya I Made Sue, seorang guru karawitan asal desa Pejeng, Tampaksiring, Gianyar. Terinspirasi dari sebuah lagu rakyat yang sangat dikenal di kalangan masyarakat Bali, “ndang ndang dewa ratu kulkul bulus di peken Pejeng”.
“ndang-ndang” berarti redalah-redalah (keadaan hujan); “dewa ratu” berarti ya tuhan.., “Kulkul bulus” bermakna suara kentongan riyuh, bertubi tubi; “peken” berarti pasar; dan “Pejeng” adalah sebuah nama desa, desa Pejeng.
Semua ini oleh I Made Sue dirumuskan menjadi sebuah konsep musik “Tabuh Kreasi Kulkul Bulus di Pekenan Pejeng”. Konsep ini sangat jelas tertuang dalam bagian-bagian tabuh ini; suasana pedesaan, angin riuh, hujan, dan suara kulkul bulus. Kalau kata “pekenan” berarti pasar, yang dalam konteks ini bermakna sebuah “tanya-jawab”, interaksi antara penjual dan pembeli yang kalau dituangkan kedalam iringan menjadi interaksi antara satu instrument dengan instrument lainnya “interlocking”. Sedangkan pada bagian “Pejeng” yang menggambarkan suasana desa Pejeng, dituangkan ke dalam bentuk sebuah iringan Barong Landung, yang terdapat dalam salah satu bagian dari tabuh ini. Konsep ini dituangkan secara jelas dan sempurna oleh I Made Sue, sehingga menghasilkan sebuah karya yang sangat indah, apalagi lagu rakyat “ndang ndang dewa ratu kulkul bulus di Peken Pejeng” ini sudah sangat dikenal di masyarakat sehingga melalui hasil karya ini mereka dapat menjadikannya sebuah nostalgia lagu rakyat yang tersaji dalam bentuk tabuh Gong Kebyar.
Genta Bhuana Sari musicians, I Made Suparta & f at Bali Arts Festival PKB 1999
Photo Doc. 1999
Bagi kami para penabuh, ini merupakan suatu kebanggan tersendiri dapat membawakan sebuah tabuh kreasi baru dengan ide dan gagasan yang original dalam ajang Pesta Kesenian Bali tahun 1999 tersebut. Begitu antusias sambutan masyarakat akan penampilan tabuh kreasi ini ketika itu, dan bahkan sampai sekarang pun masih melekat di hati para penikmat seni akan gaung dan keindahan karya tabuh kreasi “Kulkul Bulus di Pekenan Pejeng” ini.
Proses persiapan dan pelatihan tabuh ini terbilang cukup singkat. Pada April 1999, setelah dilakukan upacara nuasen (bermakna memulai sesuatu dengan baik) melalui persembahyangan di Pura Gunung Sari Peliatan, berbagai latihan pun mulai dilakukan secara intensif. Dalam setiap sesi latihan para penabuh Genta Bhuana Sari ini oleh I Made Sue dan Pembina lainnya selain dilatih peningkatkan kemampuan berkesenian juga selalu dilakukan usaha penanaman karakter kedisiplinan dan semangat berkesenian. Hasilnya, berbagai pementasan percobaan dan pemantapan pun sering dilakukan. Uji coba perdana dilakukan secara internal di lingkungan desa Peliatan yaitu di depan (Jaba) Puri Kaleran Peliatan (Puri Mandala), dalam sebuah pementasan rutin untuk kepariwisataan.
Meskipun adanya keterbatasan sumber dana yang dimiliki ketika itu, terasa semangat kebersamaan dan jiwa berkesenian kawan-kawan penabuh Genta Bhuana Sari sangat murni, hal ini tidak terlepas dari nilai – nilai kedisiplinan yang ditanamkan oleh seluruh Pembina yang penuh rasa tulus iklas ingin mengabdikan diri pada kesenian melalui karya ciptaannya.
Pementasan uji coba untuk umum lainnya juga dilakukan di bulan Juni 1999, yaitu Pementasan di Balai Budaya Gianyar, yang disaksikan oleh pihak Pemerintah, para tokoh seni, serta masyarakat umum.
Hingga pada 8 Juli 1999, tiba saatnya dipentaskan di ajang bergengsi di Panggung Terbuka Ardha Chandra, Art Centre, Denpasar, sebagai bagian dari keseluruhan paket pementasan yang ditampilkan. Adapun karya lain yang juga ditampilkan dalam ajang ini adalah Tabuh Lelambatan Pat “Dengkol”, Tari Wiranata, Sandya Gita “Genta Gita Winangun”, dan Fragmen Tari “Batur Taskara”
Atas nama seluruh kawan-kawan penabuh Genta Bhuana Sari Peliatan, salam dan hormat kami kepada para Pembina Bpk. I Wayan Djebeg, Bpk. I Made Sue, Bpk. I Wayan Darya, Bpk. Dewa Putu Berata, Bpk. Oka Dalem, Bpk. I Made Sidia, Ibu Cok Istri Rukmini, dan Bpk. I Wayan Wija. Semoga suatu saat kita dapat berkumpul kembali dan berkarya dalam suatu wadah pelestarian dan pengembangan kesenian Bali. Salam Budaya!
Photographs by Rodney Merrill, 1999 & M.H., 1999